Peningkatan SDM Berdasarkan Veda Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Menghadapi era globalisasi (elgo) kebanyakan anggota masyarakat berdebar-debar penuh tanda tanya, penuh kewaspadaan. Apa yang akan terjadi pada elgo nanti?

Apa itu elgo? Bagaimana ciri-cirinya? Bagaimana dampak positif dan negatif yang di timbulkanya? Apakah usaha yang dapat dilakukan untuk memperkecil dan bila memungkinkan menghilangkan dampak negatif dari elgo iti sendiri? bagaimana pula cara meningkatkan sumber daya manusia (SDM) berdasarkan Pustaka Veda?

Tentu masih banyak ada permasalahan dalam elgo itu. Namun dalam kesempatan analis permasalahan akan difokuskan pada tiga masalah yakni:

Elgo dan ciri-cirinya

Dampak Elgo

Peningkatan SDM berdasar Veda

Jmengantisipasi dampak Elgo itu. Analisis pemecahan masalah bersifat alternatif hipotesis yang tidak mungkin bisa menyeluruh dan tuntas. Cara pemecahan seperti itu ditempuh karena peristiwa eglo itu sendiri belum seluruhnya dijalani. Oleh karena itu, sangat wajar bila pemaparan berdiri pada sudut pandang tertentu, dari sudut pandang yang bernuansa prediktif yang mengandung alternatif hipotetik tadi, yakni kaca mata vedanta.

Cara pandang ini berarti masih bersifat terbuka untuk mempertimbangkan metode pemecahan lain. Justru ini akan memperkuat fleksibilitas karakter veda yang selama ini sering ketentuannya di yakinin sebagai ciri utama dari kitab suci tersebut.

☑ Pengertian dan Ciri Eglo

Kata global dapat dikembalikan pada bentuk dasar globe, bola bumi buatan; peta bumi yang bulat seperti bola. Globalisme berarti paham kebijaksanaan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang pantas untuk politik.

Dalam konteks lain global juga bersifat menyeluruh. Kedua pengertian diatas saling berimpit, tidak menunjukkan perbedaan makna yang mendasar. Olh karena itu,dalam tulisan ini, eglo diberi pengertian zaman mendunia, zaman yang tidak menunjukan batas pergaulan yang tegas antara bangsa satu dengan bangsa yang lain dalam berbagai bidang politik, ekonomi, seni budaya, pertahanan Keamanan dan lain-lain.

Untuk mendapatkan konsep yang jelas, eglo perlu di lengkapi dengan ciri-ciri agar lebih rinci persepsinya. Adapun ciri-ciri yang global adalah sikap dan pandangan kebanyakan manusia yang memandang dunia dengan pandangan hitam. Kata hitam dan ciri eglo bukan hanya berarti harfiah 'gelap', tetapi juga merupakan akronim atau singkatan yang dijadikan kata dengan ciri unsur H, I, T, A, M.

Ciri eglo H adalah singkatan dari dua kata "hipokrit" dan juga singkatan dari "hedonisme"

Ciri eglo I adalah singkatan dari dua kata yang dimulai dari bunyi I yakni: I= informasi, I= iptek (Ilmu pengetahuan)

Ciri eglo T adalah singkatan dari tiga kata, T= tourisme, T= transportasi, T= trade (perdagangan)

Ciri eglo A adalah singkatan dari empat kata: A= akomodatif, A= ateis, A= arogan, A= ahamkara

Ciri eglo M adalah singkatan dari dua kata yakni: M= materialistis M= money.

☑ Dampak Eglo

Didalam visi Veda, segala sesuatu mempunyai dua aspek yang berbeda yang disebut rwa bhineda. Tidak ada segala sesuatu itu hanya mempunyai satu aspek, pasti mempunyai dikotomi baik-buruk. Oleh karena itu, veda menganjurkan agar segala sesuatu dapat dimanfaatkan dan dipandang dari sisi yang menguntungkan, sisi ini harus dijaga agar lebih memberikan manfaat bagi manusia. Jika ada sisi negatif harus dieliminasi, diperkecil, dan klau bisa dihilangkan.

☑ Dampak Positif

Ciri hipokrit eglo tidak selamanya jelek. Hipokrit juga bagus untuk permainan drama di atas panggung sandiwara. Pelaku atau tokoh sesungguhnya tidak seperti itu dalam kenyataanya.

Kemajuan informasi dan iptek sebagai ciri eglo sangat banyak membawa dampak Positif. Hampir semua orang mengetahui itu jadi tidak perlu dipaparkan panjng lebar.

Ciri T: tourisme, transportasi, dan trade telah membawa dan peningkatan rasa cinta tanah air, kerja sama yang baik, dan saling pengertian.

Ciri eglo A telah menyebabkan kes ubbaenangan banyak orang dengan tersedianya hotel sehingga tidak perlu kawatir dimana pun mau menginap.

Ciri eglo M telah menggugah untuk kerja keras,dan meningkatkan etos kerja agar dapat memupuk kekayaan material dan money

Akan tetapi, dampak positif tersebut belum menemukan bagi setiap orang untuk hidup sebagai (ananda) dan damai (santih) lahir batin. Sebab objek atau sasaran kebahagiaan dan kedamaian, bukanlah pada objek luar yang bersifat indriawi duniawi. Malahan ciri eglo itu banyak menimbulkan dampak negatif.

 Dampak Negatif

Bila dampak positif itu sudah terarah dalam kendali mental spiritual, maka tentu akan menimbulkan tatanan kehidupan yang seimbang, harmonis, serasi, dan selaras. Kekacauan kegelisahan, kerusuhan,peperangan, pemerkosaan, perampokan, penipuan dan lain-lainnya tidak akan pernah terjadi. Akan tetapi bukanlah dunia namanya bila tidak ada dampak negatif.

Dampak negatif eglo ini justru kadang-kadang lebih mencuat, lebih menggejala dalam kehidupan manusia. Kalau diatas telah dikatakan bahwa ciri eglo itu disebut HITAM baik sebagai kata tinggal maupun sebagai akronim. Maka dampak negatif dari eglo adalah kebaikan dari HITAM itu. Bila kita HITAM itu di baca dari belakang secara terbalik, maka bunyinya menjadi MATIH. Kata "MATIH" hampir sama dengan "mati". Tambahan bunyi atau huruf "h" berarti menekankan akibat negatif eglo itu banyak orang menjadi mati, namun tidak dalam arti fisik, tetapi dalam arti fenomena sosiokultural psikologis. Secara ungkapan lain dapat juga disebut matih suri atau seperti mayat berjalan.

Dalam arti harfiah orang yang matih suri adalah orang yang hidup tetapi seperti orang yang mati. Dia bisa bernafas, namun tidak bisa berbicara dan bergerak, diantara sadar dan tidak sadar. 

Dalam arti kias (majas atau metafhora)matih suri berarti hidup yang tidak banyak atau tidak brmanfaat lagi, ditinjau dari sudut mental spiritual. Mengapa? Karena tidak banyak digunakan untuk berbuat kebaikan, hidup tidak disertai kasih sayang. Hidup yang tidak tau rasa bersukur terhadap anugrah Tuhan. Hidup yang tidak memikirkan reinkarnasi atau punarbawa 

Peningkatan SDM Pada Eglo Berdasarkan Sastra-sastra Veda

Sastra veda yang dimaksud di sini lebih luas dari hanya Catur Veda (Rg,Yajur, Sama, dan Atharwaveda) dalam pengertian sastra di sini dimaksud juga (munkin) Bhagawadgita, Sarascamuscaya, Canakya Nitisastra, Ramayana, Mahabharata, dan lain-lain.

Eglo perlu diwaspadai dengan pertimbangan dan perhitungan yang cermat karena ternyata membawa dampak negatif yang cukup serius dalam beberapa aspek kehidupan. Manusia adalah objek sekaligus subjek pembangunan. Oleh karena itu manusia, manusia yang harus dijadikan sumber daya yang paling vital dan sekaligus paling terdepan. Sumber daya manusia yang seyogyanya paling dulu ditingkatkan. Bila kualitas SDM meningkat dan berkembang, maka sumber daya yang lain, seperti sumber daya alam akan lebih mudah dapat digali dan didayagunakan.

Dengan demikian dampak negatif eglo akan hilang atau paling tidak sangat banyak diperkecil. Bersama dengan berkurangnya dampak negatif eglo, maka dampak positifnya pun dengan sendirinya semakin berkembang lebih maksimal, lebih berdayaguna demi jagat hita, kesejahteraan dunia.

Kalau ciri eglo telah ditandai dengan hitam yang bermakna gelap dan dampak negatif matih suri tentu cara untuk menghilangkan kegelapan yang hitam itu adalah dengan sinar terang. Hanya dengan sinar terang kegelapan dan kehitaman itu dapat dihilangkan, contoh malam yang gelap hitam itu akan terhapus bila matahari telah terbit bersinar terang.

Apakah sinar terang itu? Sinar terang di sini bermakna harfiah yakni sinar yang terang yang dapat mengusir kegelapan. Bila malam tiba, semua orang memasang lampu agar di dalam rumah atau di jalan menjadi terang akibat sinar itu.

Namun yang lebih tepat, yang dimaksud SINAR TERANG disini adalah penerangan sinar batin untuk menghilangkan atau mengusir dampak negatif eglo itu, yang menimbulkan kegelapan, yang menimbulkan MATIH SURI sebenarnya kegelapan batin atau (awidya) 'kebodohan', ada pada manusia sepanjang sejarah umat manusia, namun pada eglo ini terlihat lebih menonjol.

Sinar terang adalah cahaya ilmu pengetahuan yang terpancar dari Tuhan melalui Veda. Dengan kata lain, sinar terang adalah Cahaya Dewata yang berwujud jnana yang perlu dipelajari, dihayati dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang jnana (ahli dalam sastra veda) setelah setelah meresap sinar terang cahaya Dewata,akhirnya dia akan memancarkan cahaya badan atau aura spritual yang mampu menghangatkan, memberi kasih sayang kepada lingkungan sekitar.

Bila seorang bhakta telah senantiasa gembira, gigih, atau greget dalam belajar dan menapaki sadhana spritual melalui seorang guru yang pantas di gugu (dipercaya), dapat di yakini akan sukses dalam mengarungi lautan samsara.

Demikianlah ulasan tentang peningkatan SDM berdasarkan Veda dalam menghadapi era globalisasi baca juga
Pengerian Bhakti
Makanlah sesudah beryadnya

🤗 Terima Kasih 🤗

Comments

Popular posts from this blog

Dedinan dan cara untuk menentukanya Sebagai  masyarakat Bali memiliki banyak tradisi yang unik yang merupakan pengimplementasian dari ajaran Agama Hindu itu sendiri. Prinsip-prinsip dasar keagamaan ditekankan di semua golongan masyarakat. umur yang bersangkutan. Sebagai umat Hindu rutinitas ritual keagamaan seperti sudah biasa dilakukan oleh umat Hindu, Dalam ajaran Hindu banyak orang yang telah tahu, ada sebuah istilah yang disebut upacara/ ritual dimana upacara tersebut adalah pengorbanan yang tua kikhas kepadaNya, upacara/ritual keagamaan Hindu merupakan ungkapan rasa terima kasih umat kepadaNya atas segala limpahan rejeki yang diberikan kepada umatnya. Didalam ajaran agama Hindu Otonan merupakan salah satu bentuk upacara yang merupakan bagian dari Manusa Yadnya yang sesungguhnya bertujuan untuk menyucikan manusia itu secara lahir dan bathin. Tentang otonan itu, otonan tidaklah mesti dibuatkan dengan upacara yang besar mewah, yang intinya merupakan nilai rohani, sehingga anak yang di otonin tadi mendapatkan nilai rohani sesuai yang harapkan, nilai itu dapat menyusun aneka pencerahan kepada setiap orang atau anak yang diupacarai/ dioton. Namun disini yang kita bahas bukan masalah otonan melainkan yang kita bahas adalah Dedinan (hari lahir). Dedinan (hari lahir) sangat berbeda dengan otonan kalau otonan diperingati setiap 210 hari sekali (6 bulan dalam hitungan kalender Bali) sedngkan Dedinan diperingati setiap 35 hari sekali (sebulan dalam hitungan kalender Bali). Sebenarnya Konsep dedinan sama halnya dengan birthday cuman cara penghitungannya saja yang membedakan keduanya. Menurut tradisi masyarakat Hindu Bali, mengenal istilah 10 macam basis perhitungan hari yang dinamakan dengan istilah wewaran. Basis atau sistem yang sangat populer dan sering digunakan oleh hampir semua orang di dunia. Basis yang paling sering digunakan adalah basis 7 (Sapta Wara) di mana hari yang sama berulang setiap 7 hari. Hari-hari tersebut diantaranya yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Selain itu ada juga satu basis yang juga sangat terkenal terutama di Jawa dimana basis tersebut yaitu basis 5 di mana hari yang sama bisa berulang setiap 5 hari sekali hari tersebut yaitu Umanis/Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon, atau dalam bahasa Bali disebut dengan panca wara. Dengan adanya cara atau proses perhitungan yang berbeda ini mengakibatkan dalam suatu hari tertentu akan dapat memiliki beberapa nama yang berbeda, sesuai dengan cara perhitungannnya. Sebagai suatu contoh, saya lahir pada rabu pahing, hari Rabu menurut basis 7 dan Pahing menurut basis 5. Jadi maka dapat dikatakan sebagai Rabu Pahing. Dapat dipikirkan seandainya bila terdapat 10 basis penghitungan hari berbeda, maka terdapat 10 sebutan nama dalam sehari tertentu. Apabila saudara merupakan orang Bali, paling tidak saudara sering mendengar "hari ini hari paskah atau Wage ataupun kliwon". Barang tentu ini merupakan beberapa nama hari menurut basis 3. Jadi hari ini atau hari esok merupakan Senin Pahing atau Selasa kanjeng ataupun Rabu Pasah. Dengan demikian Dedinan merupakan hari ulang tahun yang ditentukan dengan perharitung oleh dua cara yang berbeda menurut perhitungan basis 7 dan basis 5. Dapat dikatakan bahwa hari yang sama bisa berulang setiap 35 hari sekali. Jika saya lahir Rabu pahing maka Dedinan saya yang pertama adalah Rabu Pahing 35 hari yang akan datang. Selanjutnya, kenapa dedinan harus diperingati? Dedinan biasanaya hanya diperingati sampai beberapa kali saja yang intinya hanya sebagi cerminan bahwa sang orang tua sangat menyayangi dan sebagai ungkapan rasa cintanya terhadap sang buah hati, sebagai penyempurnaan upacara manusia yadnya, serta sebagai maksud dan tujuan sebagai pernyataan rasa terima kasih kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, karena telah dikaruniai seorang anak, memohon perlindungan, tuntunannya agar kelak tumbuh menjadi anak yang suputra. Cukup sekian dulu ya pembebasan ini, semoga artikel ini berguna dan dapat menambah pengetahuan kita semua dan buat Anda. Jangan lupa follow, atau tinggalkan coretan dikolong komentar dan kunjungi terus, https://sudhagede.blogspot.com dan dapatkan Update artikel terbaru kami.

Pengaruh Triguna pada Kehidupan Pribadi Seseorang

Upacara Macolongan “1 Bulan 7 Hari (42 hari)”