Kwangen Sebagai sarana persembahyangan
Kwangen merupakan salah satu dari sarana atau alat yang wajib dibawa dan digunakan oleh umat Hindu ketika hendak melakukan persembahyangan atau melakukan pemujaan kehadapan Tuhan atau Ide Sanghyang Widhi Wasa, selain menggunakan bunga dan dupa. Apalagi yang berkaitan dengan upacara Panca Yadnya.
Agama Hindu merupakan agama yang satat dengan ritualnya diisi oleh sarana dan prasarana yang digunakan untuk upakara. Ini tidak berarti bahwa upakara itu dihadirkan hanya semata-mata hanya sebagai penghias dalam pelaksanaan ritual. Pelaksanaan ritual dengan jenis upakara tertentu memiliki makna dan tujuan tertentu juga sesuai dengan jenis yadnya yang dilaksanakan. disadari atau tidak dalam pelaksanaan upakara dalam ritual Hindu di Bali nampak indah dan mengandung estetika. Dalam pelaksanaan upakara ritual agama Hindu di Bali kaya dengan jenis dan bentuk upakara. Baik dari pelaksanaan upakara yang kecil dan sederhana, maupun yang paling besar dan rumit. Sebagai contoh dalam pelakasanaan upacara keagamaan atau dalam persembahyangan diperlukan beberapa sarana, seperti penjor, gebogan, daksina, canang sari, dan sebagainya. Termasuk juga salah satunya berupa “kewangen”. Kalau dikaitkan dengan huruf suci, kwangen merupakan sejenis upakara.
Dengan Keberadaan “Kewangen” yang sangat penting dalam pelaksanaan upacara dan persembahyangan ini memiliki makna simbolik yang dipuja yaitu Tuhan Yang Mahaesa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Sebagai simbolik Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), tentunya“kewangen” dibuat dengan bentuk yang indah dari bahan-bahan yang indah juga dan harum. Hal ini dapat dimaknai bahwa Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) adalah indah, harum, dan suci sehingga menarik untuk dipuja dan dimuliakan
1. Bentuk Kwangen
Jika dilihat dari segi bentuk kwangen Sebagai simbol “Omkara” dalam bentuk upakara, “kewangen” memiliki ukuran bentuk yang kecil, yaitu bagian bawah lancip dan bagian atas mekar seperti bunga sedang kembang. Kewangen biasanya terdiri dari: kojong yang terbuat dari daun pisang, yang dilengkapi dengan daun pelawa, porosan silih asih, pis bolong, sampian kewangen dan bunga-bunga yang berbau harum yang ditusuk dengan semat. Semua bahan tersebut disatukan. Porosan sisih asih dan pelawa dimasukan ke dalam kojong. Selanjutnya sampian kewangen,bunga-bunga harum, dan terakhir diisi dengan pis bolong.
2. Estetika Kwangen
Jika dilihat dari segi estetika Kwangen yang merupakan hasil dari buah kreativitas manusia baik yang sengaja ataupun tidak, pada dasarnya merupakan untuk memenuhi kepuasan bathin atau rohani bagi sang pembuat karya itu sendiri dan bagi masyarakat penikmat. Kehidupan manusia dalam kesehariannya selalu menginginkan keindahan untuk dapat memenuhi rasa puasan bathinnya, meski yang diperoleh dari keindahan alam maupun keindahan dari hasil karya manusia. Manusia tidak dapat dipisahkan dengan keindahan (estetika), karena keindahan sebagai penyeimbang logika manusia.
Tanpa keindahan (estetika), keadaan hidup manusia akan terasa sangat kaku dan kehilangan nilai rasa. Odengan demikian dengan hadirnya karya estetika sangat dibutuhkan manusia sebagai penghalus rasa dalam menjalankan kehidupannya. Begitu juga dengan dalam hal simbol upakara ” Omkāra” dalam bentuk ”Kewangen” yang merupakan hasil buatan manusia yang mengandung nilai estetika. ”Kewangen” memang bukan karya seni, karena tidak sengaja diciptakan untuk keperluan seni. Akan tetapi tanpa disadari ”kewangen” yang merupakan sarana dalam persembahyangan umat Hindu di Bali memiliki keindahan (estetika). ”Kewangen ” sebagai sarana dalam persembahyangan yang ditujukan kepada Tuhan, hendaknya membawa suasana bathin yang indah, senang, suci, kusuk dan nyaman sehingga memudahkan berkonsentrasi dalam memuja atau memulikan Tuhan.
Comments
Post a Comment